ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES INSIPIDUS
A.
DIABETES INSIPIDUS
Diabetes insipidus
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi yang
disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008)
Merupakan penyakit yang
ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. (Buku Saku
Patofisiologi, Elizabeth J. Cormin. 2007)
Merupakan keadaan
patologis dimana terjadi pengeluaran urine yang sangat banyak dan encer dengan
plasma dalam keadaan terkonsentrasi. (Medicine at a Glance, Patrick Davey.
2006)
Diabetes insipidus adalah
suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai
penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus
yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi
pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes
insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin
abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti
frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air
kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau
"ngompol")
2.
Etiologi
Diabetes mellitus
disebabkan oleh penurunan produksi ADH bauk total maupun parsial oleh
hipotalamus atau penurunan ADH dari hipofisis anterior
Berdasarkan
etiologinya, diabetes mellitus insipidus dibagi menjadi 2 yaitu:
1 .
Diabetes insipidus sentral
2 .
Diabetes insipidus nefrogenik
1 .
Diabetes insipidus sentral penyebabnya
antara lain:
a. Bentuk
idiopatik
·
Bentuk non familiar
·
Bentuk familiar
b. Pascahipofisektomi
c. Trauma
·
Fraktur dasar tulang tengkorak
d. Tumor
· Karsinoma metastasis: Penyebaran kanker
dan sits awal ketempat lain didalam tubuh
· Kraniofaringioma: merupakan salah satu
tumor sopratetorial yang paling lazim pada anak-anak
·
Kista suprasela
·
Pinealoma: tumor kelenjar pineal
e. Granuloma
· Sarkoid: suatu peradangan difus dengan
penyebab yang tidak diketahui yang menyebabkan pembentkan granuloma nonkaseosa
· Tuberculosis: infeksi penyakit menular
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
·
Sifilis: infeks menular sistemik yang
disebabkan oleh spiroketa,treponema pallidum yang masuk kedalam tubuh melalui
celah kecil pada kulit genitalia eksterna yang terjadi selama hubungan sex
f. Infeksi
· Meningitis: flamasi akut pada meningeni
· Ensefalitis: : infeksi yang mengenai
system syaraf pusat (ssp) yang disebabkanoleh virus atau mikroorganisme lain
g. Vascular
· Thrombosis atau perdarahan serebral
· Aneurisma serebral: kelainan dimana terjadi
kelemahan pada dinding pembuluh darah otak baik pembuluh darah nad maupun
pembuluh darah balik
· Post-partum necrosis (Sheehan’s
syndrom): fungsi menurun dari kelenjar hipofisis yang disebabkan oleh
nekrosiskemik karena kekurangan darah dan syok hipovolemik salama dan setelah
melahirkan
h. Histiocytosis
·
Granuloma eosinifilik
·
Penyakit schuller-christan
2.
Diabetes insipidus nefrogenik,
penyebabnya antara lain:
a. Gagal
ginjal kronik
·
Penyakit ginjal polikistik
· Medullary cystic diases: penyakit ginjal
kistik meduler yaitu gangguan gnjal autosomal dominan ditandai dengan kista di
kedua ginjal
·
Pielonefritis: infeksi salur kemih naik
yang mencapai panggul dari ginjal
·
Obstruksi ureteral
·
Gagal gnjal lanjut
b. Ganguan
elektrolit
·
Hipokalemia: rendahnya kadar kalim dalam
darah
·
Hiperkalsemia: simtoma tingginya kadar
kalsium di dalam plasma darah
c. Obat-obatan
· Litium: digunakan dalam pengobatan alami
dan penyakit tiroid hipertiroidisme lainnya karena membantu dalam penyebaran
yodium secara merata keseluruh tubuh
· Demeklosikllin: untuk menghambat
sintesis protein bakteri
· Asetoheksamid: menurunkan gula darah dan
stimulasi pelepasan insulin dari pancreas dan meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin pada sisi reseptor
· Tolazamid: : untuk menurunkan glukosa
darah
·
Glikurid
· Propoksifen: menghambat stimulasi tempat
reseptor beta, menurunkan frekuensi jantung, menurunkan tekanan darah
·
Amfolarisin
·
Vinblastin
·
Kolksin
d. Penyakit
sickle cell: merupakan penyakit yang diturunkan melalui keluarga dimana sel-sel
darah merah membentuk sabit tidak normal atau bentuk sabit
e. Ganguan
diet
·
Intake air yang berlebhan
·
Penurunan intake NaCl
·
Penurunan intake protein
f. Lain-lain
·
Multiple myeloma: kanker yang di mulai
di sel plasma dalam sumsum tulang
· Amiloidosis: sebutan untuk berbagai
macam kondisi dengan adanya penumpukan protein amiloid pada organ atau jaringan
· Penyakit sjogren’s: sebuah kelainan
otoimun dimana sel imun menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang
memproduksi air mata dan liur
· Sarkoidosis: suatu penyakit peradangan
yang ditandai dengan terbentuknya granuloma pada kelenjar getah benung,
paru-paru, hati, mata, kulit dan jaringan lainnya
3.
Tanda
dan gejala
GEJALA KLINIS
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan.
Gejala dan Tanda Diabetes
insipidus
·
Demam
·
Kelemahan – Otot
·
Sembelit
·
Kekeringan kulit
·
Wajah Pucat
·
Sering Buang Air Kecil
·
Peningkatan Rasa Haus (Berlebihan)
·
Muntah (Ditemukan dalam Beberapa Kasus)
·
Diare (Ditemukan dalam Beberapa Kasus)
4. Penatalaksanaan medis
Tujuan
terapi adalah
1. Untuk
menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti
vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka panjang)
3. Untuk
meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang mendasari.
Penyebab
nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda
Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi
(DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang tidak memiliki efek
vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai
durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati
penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan
obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua
hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes
insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat
dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini
mungkin terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika
kita akan menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi
kondisi pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk
terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat
dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus
dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan.
Penyuntikkan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada
saat tidur. Kram abdomen merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi
penyuntikkan harus dilakukan untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan.
Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata memiliki efek
antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit mengalami
vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan kerja
vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang
kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik.
Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal, tetapi terapi
ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan dan
penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan
untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan
yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik adalah
diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang
rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit
pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan
reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang
diekskresikan. Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang
intertisialmedular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus
koligentes. Terapi yang lain untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik
adalah pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid.obat ini mencegah produksi
prostagladin oleh ginjal dan bisa menambah kemampauan ginjal untuk
mengonsentrasi urin.
Apabila
pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda gangguan
SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan
dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air
yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan
edema.
6 Pemeriksaan penunjang
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka
harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan
apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua
jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes
Insipidus, antara lain:
1.
Fluid
deprivation menurut martin Goldberg:
Sebelum pengujian dimulai, pasien
diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya kemudian ditimbang berat
badannya, diperiksa volum dan jenis atau osmolalitas urin oertama. Pada saat
ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya. Pasien diminta
buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam. Pasien ditimbang
setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis
kurang dari 300ml/jam. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya
dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua
sampel harus disimpan dalam botol yang
tertutup rapat serta disipan dalam lemari es. Pengujian dihentikan setelah 16
jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
2. Hickey Hare atau Carter-Robbins test:
Cairan NaCl hipertonis diberikan
intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan
ADH. Caranya (williams)
a.
Infuse dengan
dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).
b.
Infuse diganti dengan NaCl 2,5 %
dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan selama 45 menit.
c.
Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara
mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
3.
Uji nikotin: Produksi
vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin.
Obat yang dipakai adalah
Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual dan muntah.
Penilaian : kalau
normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
4. Uji Vasopresin: Pemeriksaan
ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respons terhadap ADH. Obat
yang dipakai adalah pitresin.
a. Untuk intravena
diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus lambat selama 1 jam.
b. Untuk pemberian
intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak
Apapun
pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan
jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of
System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone).
1.
Pernafasan B1 (breath)
RR = 20 x/mnt,
tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan
suara nafas normal.
2. Kardiovaskular
B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu
= 36,5 oC, suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr, klien tampak
gelisah.
3.
Persyarafan B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala
simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis
1.010
osmolalitas urin 50-150 mosmol/L
5.
Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak ada
mual/muntah, BAB 2 x/hr pagi dan sore. Klien tidak ada sakit maag.
6.
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Mandi 2 x/hr pagi dan sore, kulit
bersih, turgor kulit buruk, tidak ada nyeri otot dan persendian.
Data
Laboratorium
- osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (n= 300-450 mosmol/L)
- osmolalitas plasma >295 mosmol/L (n= <290 mosmol/L)
- Urea N: <3 mg/dl.(normal=
3 - 7,5 mmol/L)
- Kreatinin serum: 75 IU/L.
(n= <70 IU/L)
- Bilirubin direk: 0,08 mg/dl.
(n= 0,1 - 0,3 mg/dl)
- Bilirubin total: 0,01 mg/dl.
(n= 0,3 – 1 mg/dl)
- SGOT: 38 U/L.
(n= 0 - 25 IU/L)
- SGPT: 18 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES INSIPIDUS
A.
Pengkajian
a.
Keadaan Umum
Meliputi
kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi
pemeriksaan:
· Tekanan darah
· Pulse rate
· Respiratory rate
· Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada
riwayattrauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium
karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal
atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian
Pola Gordon
1. persepsi
kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
· mengkaji
pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
· Kaji upaya klien
untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola
nutrisi metabolic
· nafsu makan
klien menurun.
· Penurunan berat
badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola
eliminasi
· kaji frekuensi
eliminasi urine klien
· kaji
karakteristik urine klien
· klien mengalami poliuria (sering kencing)
· klien mengeluh
sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola
aktivitas dan latihan
· kaji rasa
nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
· kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari
(keluhan lemah, letih sulit bergerak)
· kaji penurunan kekuatan otot
5. pola
tidur dan istirahat
· kaji pola tidur
klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat
malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
6. pola
kognitif/perceptual
· kaji
fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola
persepsi diri/konsep diri
· kaji/tanyakan
perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
· Kaji dampak
sakit terhadap klien
· Kaji keinginan
klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8. pola
peran/hubungan
· kaji peengaruh
sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
· kaji
keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola
seksualitas/reproduksi
· kaji dampak
sakit terhadap seksualitas.
· Kaji perubahan
perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10.
pola koping/toleransi stress
· kaji metode
kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
· system
pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
· klien tetap melaksanakan
keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada kesempatan.
B.
Pemeriksaan Fisik
1)
Inspeksi
Klien tampak
banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering
menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah,
kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2)
Palpasi
Turgor kulit
tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3)
Auskultasi
Tekanan darah
turun (hipotensi).
C.
Diagnosa
·
Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang
berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone
diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien
sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
·
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
·
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
·
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering
terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering
terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
D.
Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan / Out
come
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ketidakseimbangan
volume cairan kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan keluaran cairan aktif
haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus
(ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih
(4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering,
penurunan berat badan.
|
Setelah
diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan kekurangan volume cairan
teratasi, dengan kriteria hasil:
- TTV
dalam batas normal/ not compromised (skala 5). (Nadi: 80-110 x/mnt, RR: 16-24
x/mnt; TD: 120/80 mmHg; suhu : 36-37,5°C)
-
Intake dan output dalam 24 jam seimbang / not compromised (skala 5).
- Kulit/membran
mukosa klien lembab / not compromised (skala 5).
- BB klien tetap/tidak terjadi penurunan
berat badan (mencapai skala 5).
|
Fluid
management
-
Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya jika ada perubahan
- Berikan
cairan sesuai kebutuhan.
- Catat
intake dan output cairan.
- Monitor
dan Timbang berat badan setiap hari.
-
Monitor status hidrasi (suhu tubuh, kelembaban membran mukosa, warna kulit).
|
- Adanya
perubahan TTV menggambarkan status dehidrasi klien. Hipovolemia dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih
dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
- Memenuhi
kebutuhan cairan dalam tubuh.
-
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
- Mengetahui
berapa cairan yang hilang dalam tubuh
-
Mengetahui tingkat dehidrasi.
|
2
|
Gangguan
eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal,
ditandai dengan poliuri dan nokturia.
|
Setelah
diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan gangguan eliminasi urin
teratasi, dengan kriteria hasil:
-
Karakteristik urine meliputi warna, berat
jenis, jumlah, bau normal/ not compromised (skala 5).
-
Tidak terjadi nocturia/ not compromised
(skala 5).
-
Pola eliminasi normal/ not compromised (skala
5).
|
Urinary elimination management
- monitor dan
kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna.
- Batasi
pemberian cairan sesuai kebutuhan.
- Catat waktu
terakhir klien eliminasi urin.
- Instruksikan
klien/keluarga untuk mencatat output urine klien.
|
-
Mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi
ginjal dan untuk mengetahui normal atau tidaknya urine klien.
-
Mengurangi pengeluaran cairan berupa urine
terutama saat malam hari.
-
Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih,
fungsi ginjal, dan keseimbangan cairan.
|
3
|
kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah.
|
Setelah
diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien bertambah
dengan kriteria hasil:
-
Klien dan keluarga mengetahui definisi
diabetes insipidus.
-
Klien dan keluarga mengetahui factor penyebab
diabetes insipidus.
-
Klien dan keluarga mengetahui tanda dan
gejala awal diabetes insipidus.
-
Klien dan keluarga mengetahui terapi
pengobatan yang diberikan pada klien dengan penyakit diabetes insipidus.
|
Teaching-disease
process
-
kaji pengetahuan awal klien mengenai
penyakitnya.
-
Jelaskan patofisologi penyakitnya dan
bagaimana itu bisa berpengaruh terhadap bentuk dan fungsi tubuh.
-
Deskripsikan tanda dan gejala penyakit yang
diderita klien.
-
Diskusikan terapi pengobatan yang diberikan
kepada klien.
-
Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan atau mengontrol proses
penyakit tersebut.
|
-
Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien
tentang penyakitnya.
-
Klien dan keluarga dapat mengetahui tanda dan
gejala penyakitnya sehingga dapat mengetahui jikalau salah satu keluarga
klien mengalami salah satu gejala dari penyakit tersebut.
-
Klien dan kelurga mengetahui terapi yang
dijalani untuk penyembuhan penyakit tersebut.
-
Mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut.
|
4
|
Gangguan pola
tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan
polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin
berkemih dan ingin minum.
|
Setelah
diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan pola tidur klien terkontrol,
dengan kriteria hasil:
-
TTV klien dalam batas normal (Nadi: 80-110
x/mnt, RR: 16-24 x/mnt; TD: 120/80 mmHg; suhu : 36-37,5°C)
-
klien tidak sering terbangun di malam hari
akibat ingin berkemih dan ingin minum.
-
klien tidak mengalami kesulitan untuk
tertidur/tetap tidur.
|
-
Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya jika ada
perubahan
-
Jika berkemih malam mengganggu, batasi asupan
cairan waktu malam dan berkemih sebelum tidur.
-
Anjurkan keluarga klien untuk memberi klien
rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur.
|
-
Terganggunya pola tidur klien dapat
mangakibatkan meningkatnya risiko hipotensi atau TTV dalam batas yang tidak
normal.
-
Meningkatkan kenyamanan tidur pasien dan
mencegah terbangun di malam hari akibat ingin berkemih.
-
Dapat membantu klien untuk cepat tertidur dan
membuat tidur lebih nyenyak sehingga meminimalkan risiko terbangun di malam
hari.
|
03.24
|
Label:
SISTEM ENDOKRIN
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar